Kaki Muklis tersandung batu. Sandal
jepit yang dipakainya copot talinya. Dia memutuskan untuk berhenti.
Jempol kakinya terasa sakit.
”Hei…kalian duluan aja, nanti aku nyusul.” Perintah Muklis pada kawan-kawannya.
”Bener nih…kamu jangan sok, baru pertama
kesini kan. Nanti nyasar. Udah bareng aja, kami tunggu.” Kata kawan
Muklis memberi saran.
”Ah…gak apa-apa, jalannya sama kan dengan yang tadi? Udah duluan aja, biar cepat nyampe di penginapan.”
Sebagai ketua rombongan acara wisata ke
Kawah Ratu Gunung Bunder Kabupaten Bogor, dia sangat percaya diri untuk
bisa menyusul kawannya. Meski baru pertama kali dia menelusuri jalur ke
kawah ratu, dia menganggap jalur ini tidaklah sulit. Sama saja, jalur
pergi dan jalur pulang.
Sepuluh menit kemudian, Muklis mulai
beranjak. Dia menapaki jalur pulang pendakian menuju penginapannya.
Hari sudah menjelang sore. Malam hari rombongan mereka sudah harus tiba
di Tangerang, rumahnya dan rumah teman-temannya.
Ketika memasuki kawasan yang ditumbuhi
pandan-pandanan dan bertanah becek, dia kebingungan. Langkah kaki
sepertinya terhapus. Dia mencoba mencari jejak terbaru dari orang yang
melintas. Jejak kaki yang dia jumpai justru mengarah ke sungai, padahal
ada jalan lain yang lurus mengarah ke dalam hutan.
”Mana ya, jalannya, perasaan ke sana tadi.” Bisiknya ragu.
”Tapi ini kok gak ada jejak orang. Yang
ada ke arah sungai. Sungai….oh iya kalau ikut sungai kan pasti ke bawah
juga dan jumpa kampung.” Pikiran Muklis berkecamuk hebat. Dia harus
mencoba mengatasi kebingungannya.
Akhirnya dia memutuskan menyusuri
sungai. Lama dia berjalan menyusuri piggiran sungai, tak dijumpainya
kampung. Sungai yang berkelok-kelok tak jua membawanya ke tempat yang
diharapkan. Suasana justru semakin sepi dan hutan semakin lebat dan tak
ada jalan setapak. Dia mulai panik. Sementara matahari mulai mendekati
ufuk.
Di tempat lain, di peginapan,
kawan-kawan Muklis sudah bersiap-siap pulang. Mereka tinggal menunggu
ketua rombongan yang belum juga muncul. Setengah jam berlalu,
kawan-kawannya mulai resah. Mereka akhirnya membentuk tim pencari
sendiri tanpa meminta bantuan pihak luar.
Empat jam kemudian, kawasan kawah ratu
Gunung Bunder mulai ramai dengan tim Search and Rescue (SAR). Berita
hilangnya Muklis, telah menyebar luas hingga ke pihak yang berwenang.
Pencarian akan dimulai esok pagi. Berbagai elemen akan terlibat dalam
pencarian Muklis, mahasiswa sebuah perguruan tinggi negeri di Tangerang,
Banten.
Operasi pencarian Muklis tidak
berlangsung mulus. Padahal tim SAR telah melibatkan komponen yang
berpengalaman seperti Tim SAR Brimob, Wanadri, Pandu Keadilan, Pecinta
Alam berpengalaman, di Jabodetabek dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Tak ada bekas di lapangan yang mengisyaratkan tanda-tanda korban.
Lima hari berlalu. Salah satu SRU
(Search and Rescue Unit) melaporkan bahwa korban telah ditemukan. Semua
berdecak kagum dan bahkan belum terlalu percaya. Padahal pihak keluarga
sudah menyangka Muklis sudah meninggal.
Saat dirawat di Rumah Sakit PMI Bogor, Muklis menceritakan bagaimana dia bertahan hidup di hutan.
”Saya terus bergerak menyusuri sungai,
karena saya kira sungai pasti mengarah ke kampung terdekat. Paling
tidak saya bisa bertemu dengan orang kampung yang mandi atau mencuci di
sungai. Saya terlalu percaya diri bisa jalan sendiri kembali ke
penginapan. Ternyata dugaan saya salah. Saya kehilangan jejak
kawan-kawan. Saya tidak tahu sama sekali kondisi sungai itu. Sungai itu
berbelok-belok dan membawa saya semakin jauh dari jalur pulang. Saya
telah memakai petunjuk yang salah. Saya juga mengabaikan petunjuk yang
benar. Beruntung saya masih bisa selamat.”
Sambil meneteskan air mata Muklis melanjutkan ceritanya,
”Saya terus bergerak tiap hari. Saat malam tiba, saya mencari perlindungan dipinggir sungai. Saya menemukan gua kecil dipinggir sungai. Selama lima hari saya tersesat, saya makan dedaunan yang menurut saya bisa dimakan. Saya minum air sungai, meskipun tahu itu mengandung belerang. Saya menyadari kesalahan saya Tapi saya ingin hidup. Saya juga banyak berzikir, memohon ampun dan berdoa pada-Nya. Dengan berdoa, saya merasa lebih kuat”
”Saya terus bergerak tiap hari. Saat malam tiba, saya mencari perlindungan dipinggir sungai. Saya menemukan gua kecil dipinggir sungai. Selama lima hari saya tersesat, saya makan dedaunan yang menurut saya bisa dimakan. Saya minum air sungai, meskipun tahu itu mengandung belerang. Saya menyadari kesalahan saya Tapi saya ingin hidup. Saya juga banyak berzikir, memohon ampun dan berdoa pada-Nya. Dengan berdoa, saya merasa lebih kuat”
Muklis telah ditemukan dan langsung
menjalani perawatan. Dia telah mendapat banyak pelajaran dari peristiwa
tersesatnya di Kawah Ratu. Dia menyadari, bahwa untuk selamat dia harus
memakai petunjuk yang benar. Petunjuk yang salah hanya membawanya pada
petaka.
Seorang yang tersesat lebih banyak
disebabkan oleh mengabaikan petunjuk yang benar atau memakai petunjuk
yang tidak jelas. Pada kondisi terparah, seorang yang tersesat sama
sekali tidak memahami petunjuk yang ada atau bahkan tidak punya
pengetahuan tentang petunjuk yang bisa dipakainya.
****
Sahabat, andaikan dunia ini adalah belantara, maka kita akan perlu
petunjuk agar tidak tersesat didalamnya. Tuhan telah memberi petunjuk
agar kita tidak salah jalan. DIA memperjelas petunjuk agar ketika kita
ada dipersimpangan, kita tidak salah pilih jalan. DIA menurunkan
petunjuk-Nya agar kita berjalan ke tempat tujuan yang benar dengan
selamat. DIA mengingatkan bahwa ada petunjuk lain yang bila kita ikuti,
kita tidak akan sampai ke tujuan bahkan kita akan tersesat dan celaka.
Kini terserah kita dengan petunjuk-Nya,
Sahabat. Apakah kita mau mengikutinya, belajar memahaminya dan mau
mengajak orang lain mengikuti petujuk itu. Atau sebaliknya, kita acuh
dengan petunjuk itu, malas memahaminya atau mencari petunjuk lain yang
tidak jelas.
***
Kisah ini adalah catatan perjalanan
penulis saat dalam Tim SAR pencarian Muklis Rambe di Kawasan Kawah Ratu
Gunung Bunder Kabupaten Bogor Tahun 2006
0 komentar:
Post a Comment